DAMPAK PENUTUPAN WARALABA OLEH FRANCHISOR SECARA SEPIHAK

Bisnis waralaba atau franchise saat ini menjadi salah satu opsi yang dipertimbangkan oleh banyak orang. Selain lebih praktis, bisnis waralaba seringkali lebih terjangkau daripada memulai usaha sendiri dari awal.

Namun, tidak jarang terjadi situasi di mana bisnis waralaba yang sebelumnya sukses mengalami kegagalan dan Franchisor (pemilik bisnis/pemberi izin waralaba) berencana untuk menutup usaha waralaba tersebut. Pertanyaannya, bagaimana nasib Franchisee (penerima izin waralaba) dalam situasi ini?

Dalam hal ini, penting untuk memahami bahwa waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh individu atau badan usaha terhadap sistem bisnis yang telah terbukti berhasil dan dapat digunakan oleh pihak lain berdasarkan Perjanjian Waralaba (Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba).

Baca juga : syarat-syarat penting dalam pendirian bisnis franchise

Dalam menjalankan usaha waralaba, terdapat kriteria yang harus dipenuhi sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Waralaba (Permendag 71/2019). Kriteria tersebut meliputi:

  • Memiliki ciri khas usaha;
  • Terbukti memberikan keuntungan;
  • Memiliki standar tertulis untuk pelayanan, barang, dan/atau jasa yang ditawarkan;
  • Mudah diajarkan dan diaplikasikan;
  • Mendapatkan dukungan yang berkesinambungan; dan
  • Memiliki Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang terdaftar.

Ketika Franchisor ingin menutup usahanya, Franchisee perlu memeriksa apakah perjanjian waralaba yang telah disepakati mengatur hak Franchisor untuk menghentikan usaha secara sepihak. Jika perjanjian tersebut telah mengatur hal tersebut, tindakan tersebut diizinkan dan Franchisee tidak dapat menuntut ganti rugi apa pun. Namun, jika perjanjian tidak mengatur tindakan sepihak oleh Franchisor dalam situasi di mana Franchisor ingin menghentikan usaha karena alasan tertentu, maka Franchisor dapat dianggap melakukan ingkar janji atau wanprestasi terhadap perjanjian waralaba tersebut.

Dalam hal ini, pihak yang dirugikan dapat menuntut pertanggungjawaban dan ganti kerugian sesuai dengan Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer).

Baca juga : strategi membangun bisnis franchise

Untuk menghindari situasi seperti itu, dijelaskan dalam Pasal 5 PP Waralaba bahwa perjanjian waralaba harus memuat klausula-klausula berikut:

  • Nama dan alamat para pihak;
  • Jenis hak kekayaan intelektual;
  • Kegiatan usaha;
  • Hak dan kewajiban para pihak;
  • Bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan, dan pemasaran yang diberikan oleh Franchisor kepada Franchisee;
  • Wilayah usaha;
  • Jangka waktu perjanjian;
  • Tata cara pembayaran imbalan;
  • Kepemilikan, perubahan kepemilikan, dan hak ahli waris;
  • Penyelesaian sengketa; dan
  • Tata cara perpanjangan, pengakhiran, dan pemutusan perjanjian.

Informasi lebih lengkap : klik di SINI

Penyelesaian sengketa dalam perjanjian waralaba umumnya dilakukan melalui upaya musyawarah untuk mencapai mufakat, seperti halnya dalam perjanjian lainnya. Jika musyawarah untuk mufakat tidak berhasil, para pihak dalam perjanjian dapat sepakat mengenai pilihan penyelesaian sengketa. Hal ini penting untuk mencapai kepastian hukum baik bagi Franchisor maupun Franchisee.

Semoga bermanfaat bagi pembaca, apabila ingin mendapat informasi lebih lanjut atau informsai mengenai pelatihan seperti :

  1. Profesional gromming & Negosiasi
  2. Handling objection & technique closing
  3. Body language in selling skill
  4. Sales territory mnanagement
  5. Mengelola piutang penjualan
  6. Sales supervisory management
  7. Leadership & Managerial skill
  8. Distributorship management
  9. Trik menembus Target

Silahkan hubungi kami di 081252982900. Atau KLIK DI SINI untuk dapatkan VIDEONYA.